vg3crK7LGtEQzyLFmtXTbFqrmmLNRkWykkeQhD1x
Bookmark

Bebek dan Ikan

Bebek dan Ikan


Di pagi hari nan cerah, taman kota begitu ramai oleh manusia yang beraktivitas. Begitu pula dengan induk bebek yang sibuk mengajari ketiga anaknya berenang. Dengan sabar, ibu bebek mengawasi putri-putrinya yang berenang canggung di tepi danau taman. Ekor mungil mereka berayun cepat seirama kayuhan kaki, berusaha tetap mengapung seperti ibu mereka.
"Putri ibu cepat belajar," ucapnya bangga kala ketiganya mulai mahir berenang.
"Sekarang, mari ikut Ibu. Kita akan belajar berenang di air yang lebih dalam."

Aya, Ayi dan Ayu pun mengikuti ibu bebek dengan patuh. Mereka pun merasa gembira karena kini mereka lebih leluasa berenang. Mereka pun bisa menyapa ikan-ikan penghuni danau taman.

Terdapat sebuah jembatan di tengah danau. Jembatan itu dilalui banyak orang. Beberapa dari mereka berhenti untuk menonton aksi anak bebek yang lucu, bahkan mengambil foto mereka. Tiba-tiba, seorang pengunjung tidak sengaja menjatuhkan roti. Pengunjung itu menggerutu kecil dan pergi karena rotinya sudah terkena pasir.

Ibu bebek dengan sigap meraih roti itu dari jembatan, yang tentu saja tidak mungkin bisa dijangkau oleh para ikan. Ia membersihkannya, lalu membaginya menjadi lima bagian. Diberikannya tiga bagian pada putri-putrinya, lalu ia sendiri menyantap satu bagian.

"Ibu, yang satu itu untuk siapa?" tanya Aya.

"Ini untuk para ikan," jawab ibu bebek. "Mereka pasti senang karena mendapat makanan enak."
"Tapi yang menemukan roti itu kan, kita! Kenapa harus dibagi dengan mereka?" ucap Aya tidak terima.

"Aya, kamu masih lapar?" tanya Ibu bebek dengan sabar.

Aya tidak segera menjawab. Ia justru menggerutu, "Tapi kan, harusnya itu punya kita!"

"Kamu sudah kenyang, ya? Potongan tadi cukup banyak. Sekarang, kita bagi roti ini untuk para ikan. Lihat? Mereka pasti lapar. Mau ikut memberikannya kepada ikan-ikan?" Ibu bebek menawarkan.

Ayi dan Ayu bersorak antusias, sementara Aya mengikuti ibunya dengan terpaksa. Ibu dan kedua saudarinya membagikan roti pada para ikan, yang menyambut mereka dengan suka cita. Para ikan itu mengatup-atupkan mulut di permukaan danau. Saat para bebek mendekat, ikan-ikan itu berebut menyambutnya. Tampak banyak anak ikan yang senang mendapat remahan roti.

"Terima kasih sudah berbagi, Bu Bebek," ujar Pak Ikan. "Kalian baik sekali. Kami memang tidak cukup makan beberapa hari terakhir."

"Makanlah yang banyak, Pak Ikan," ucap Ibu Bebek ramah.

Selagi para ikan itu menyantap roti, Aya menepi dengan kesal. Ibu Bebek yang melihatnya, hanya menghela napas panjang. Matahari mulai meninggi, akhirnya Ibu Bebek mengajak anak-anaknya pulang karena cuaca mulai terik.

Seminggu kemudian, taman kota kembali dipadati oleh manusia dengan berbagai aktivitas. Para bebek kecil sekarang sudah mahir berenang di seluruh wilayah danau. Mereka mulai berani pergi agak jauh dari Ibu Bebek untuk mencari makanan, atau sekadar memuaskan rasa ingin tahu.
Seorang pengunjung kembali menjatuhkan roti. Seperti dulu, Ibu Bebek membersihkan roti itu dan membaginya menjadi lima bagian. Tiga untuk para putrinya, satu ia makan sendiri, dan satu lagi ia simpan.

"Pasti itu untuk para ikan," ucap Aya dengan nada menyindir. "Itu untuk Aya saja! Aya masih lapar!"

"Aya, potongan kita besar. Mana mungkin kamu masih lapar?" tanya Ayi heran.

"Jangan makan kebanyakan. Nanti perutmu sakit!" Ayu menimbrung.

Namun Aya tidak mendengarkan. Ia sudah menyahut roti itu dari ibunya, lalu memakannya tanpa dibagi. Aya memakan semuanya dengan rakus. Namun setelahnya, ia justru muntah banyak sekali karena kekenyangan. Ia pun merengek karena kerongkongannya perih.

"Sudah dibilang, masih saja tidak percaya," tukas Ayu pada Aya yang cemberut.

"Sudah sudah." Ibu bebek melerai pertikaian. "Lain kali makan secukupnya saja, Aya. Sekarang lihat ini, rotinya rusak semua. Bukankah lebih baik tadi diberikan pada para ikan?"

Aya tambah cemberut. "Ibu kenapa malah memarahi Aya?"

"Karena anak Ibu menyia-nyiakan makanan," ucap Ibu Bebek dengan sabar. "Itu bukan sifat yang baik. Tadi Ibu lihat ada roti lagi. Mau membagikannya kepada para ikan?"
Aya justru semakin cemberut dan bergegas menepi tanpa kata. Ia menyibukkan diri dengan bermain di tepi danau, sesekali melirik sebal pada ibu dan adik-adiknya yang memberi makan para ikan.

Ibu Bebek dan ketiga anaknya pulang kala siang datang lalu mereka semua beristirahat. Mereka pun tertidur hingga tidak menyadari jika hari mulai sore, lalu gerimis turun dari mendung pekat di atas sana.

Tanpa diduga, banjir datang tiba-tiba. Aya yang bertubuh mungil tersapu dengan cepat, membuatnya terbangun dan terlambat menyadari jika ia terseret air banjir.

"IBU!" serunya panik. Ia tidak melihat ibu dan saudaranya di mana pun. Bebek kecil itu berusaha berenang, namun arus air yang deras membuatnya kewalahan. Ia timbul tenggelam. "Hiks, IBUUU! AYI! AYU!"

Suaranya tenggelam oleh gelegar guntur dan derasnya hujan. Berkali-kali ia terempas ke pohon dan bebatuan.

"Aya!"

Pak Ikan terkejut saat melihat Aya hanyut jauh dari rumah. Aya pun juga terkejut oleh panggilan Pak Ikan. Rupanya Pak Ikan tidak sendiri. Ia mendekat bersama anak-anaknya dan menahan tubuh Aya sehingga Aya bisa berenang dengan stabil.

"Terbawa arus jauh sekali, Nak," ucap Pak Aya.

"Aku tidak tahu, hiks. Tiba-tiba saja aku terseret arus. Pak Ikan...hiks...melihat ibuku?" tanya Aya sambil menangis.
"Ibumu juga sedang mencarimu. Ayo ikut. Akan aku antarkan ke tempat ibu dan saudara-saudaramu."

Pak Ikan menyuruh anak-anaknya membantu Aya. Dengan tangkas, Pak Ikan memandu mereka beralih ke tempat yang berarus lebih tenang. Aya berusaha tetap berenang meskipun letih. Anak-anak ikan pun menghiburnya, berkata jika ibu dan saudaranya baik-baik saja.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di tempat Ibu Bebek. Mereka aman di atas sebuah ayunan. Ibu Bebek tampak begitu resah dan sedih, begitu pula Ayi dan Ayu.

"Ibu!" Aya segera berlari dan memeluk ibunya. Bebek kecil itu menangis hebat. Ayi dan Ayu pun ikut merangkulnya sambil bersyukur.

"Syukurlah kamu tidak apa-apa, Nak." Ibu Bebek menangis. "Pak Ikan, terima kasih banyak karena sudah menemukan Aya dan membantunya pulang."

"Iya. Terima kasih Pak Ikan. Terima kasih teman-teman," ucap Aya sungguh-sungguh. Ia bahagia sekali bisa berkumpul dengan ibu dan saudara-saudaranya.

"Tidak masalah. Sesama penghuni taman kota memang harus saling bantu." Pak Ikan tersenyum. "Ayo Nak, kita bantu yang lain juga. Banjir ini cukup tinggi."

Pak Aya dan anak-anaknya pun pergi. Mereka berenang dengan leluasa di air yang menggenangi taman kota ini. Tampak arus bukanlah halangan bagi mereka. Melihatnya, Aya sadar jika apa yang telah ia lakukan dengan roti-roti itu sangatlah jahat. Ia pun sangat menyesal.

Kala banjir mereda dan taman kota kembali ramai oleh aktivitas manusia, Aya akan mencari roti ataupun makanan yang terjatuh, lalu membaginya dengan para ikan dengan senang hati.

===END===
Posting Komentar

Posting Komentar